Kamis, 16 Desember 2010

Mari berhijrah

Hadirin para blogger yang berbahagia...!
Mari kita bersyukur atas kesempatan yang diberikan kepada kita
  1. Kesempatan hidup
  2. Kesempatan berprestasi
  3. Kesempatan memperbaiki diri
  4. Kesempatan bertaubat
Mari kita gunakan kesempatan itu sebaik-baiknya, kesempatan hidup ini tidak diberikan kepada semua orang, banyak yang sudah mati. Kesempatan berprestasi banyak disia-siakan dengan rutinitas yang tidak bermanfaat dan lebih cenderung menghabis-habiskan waktu. Kesempatan memperbaiki diri atas kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang telah lalu. Mari-mari kita bertaubat dan kembali menjadi manusia yang betul betul manusiawi.. Terima kasih

Rabu, 01 Desember 2010

Tasawuf

B. PENGERTIAN TASAWUF

Secara etimologi ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata tasawuf. Ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata safa’, artinya suci, bersih, murni. Memang, jika dilihat dari segi niat ataupun tujuan dari setiap tindakan dan ibadah kaum sufi, maka jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci untuk membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT. Beberapa orang, kata al-Kalabadzi, mengatakan: “para sufi dinamakan demikan karena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka.” Bisyr ibn al-Haris mengatakan:”Sufi adalah orang yang hatinya tulus terhadap Allah.” Yang lain mengatakan: “Sufi adalah orang tulus terhadap Allah dan mendapat rahmat tulus pula daripadaNya.” (Al-Kalabadzi, 1969:1) Tetapi, bila istilah sufi berasal dari safa’, maka bentuk yang tepat, seharusnya safawi. Ada lagi yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata saff, artinya saf atau baris. Mereka dinamakan sebagai sufi, karena berada pada baris (saff) pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan Dia, kecenderungan hati mereka terhadapNya dan tinggalnya di bagian-bagian rahasia dalam diri mereka di hadapanNya. Akan tetapi bila istilah sufi mengacu kepada kata saff, maka bentuk seharusnya menjadi saffi, bukan sufi.

Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al-masjid, artinya serambi masjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabawi yang didiami oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka dikenal sebagai ahli suffah. Mereka adalah orang yang menyediakan waktunya untuk berjihad dan berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi. Jelasnya, mereka dinamakan sufi karena sifat-sifat mereka menyamai sifat-sifat orang-orang yang tinggal di serambi masjid (suffah) yang hidup pada masa Nabi SAW. (Al-Kalabadzi, 1969:1) Mereka telah meninggalkan dunia ini, terpisah dari rumah dan meninggalkan teman-teman mereka. Mereka mengambil barang duniawi hanya sekedarnya untuk menutupi ketelanjangan dan menenangkan perut mereka yang lapar. Salah satu dari mereka ditanya: “Siapakah sufi itu?” Ia menjawab: “Dia yang tidak memiliki atau dimiliki.” Maksudnya adalah bahwa ia bukan budak dari keinginan. Yang lain berkata: “Sufi adalah orang yang tidak memiliki apa-apa, atau kalau ia memiliki sesuatu ia mempergunakannya sekedarnya.” Tetapi, kalau istilah sufi berasal dari kata suffah, maka bentuknya yang benar menjadi suffi, bukan sufi.

Sementara yang lain mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata suf, yaitu bulu domba atau wol. Mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk menyenangkan dan menentramkan jiwa. Mereka memakai pakaian hanya untuk menutupi ketelanjangan mereka dengan bahan yang terbuat dari kain kasar, suf (wol kasar). Bila kata sufi merupakan turunan dari suf dapat diterima, maka kata sufi ini tepat dari sudut pandang etimologis dan tata bahasa. Al-Kalabadzi berpendapat, bahwa jika kata sufi berasal dari kata suf ini dapat diterima, maka ia tepat menurut gramatika bahasa Arab; dan sekaligus memiliki semua makna seperti mengelak atau cenderung menjauhkan diri dari dunia, meninggalkan tempat tinggal yang telah mapan, terus-menerus melakukan pengembaraan, menolak kesenangan jasmani, memurnikan tingkah laku, membersihkan kesadaran, meluaskan ilmu dan sifat kepemimpinan. (Al-Kalabadzi, 1969:29-30)

Mulanya sebutan sufi yang mengacu pada kata suf dikenakan pada orang-orang Islam yang hidup seperti pertapa (asketis), meniru kehidupan para biarawan Nasrani. Orang-orang tersebut biasanya mengenakan pakaian dari anyaman bulu domba yang kasar, sebagai tanda tobat dan kehendaknya untuk meninggalkan kehidupan duniawi.(Nicholson, 1975:3-4)

Memang, pada mulanya para sufi dalam kenyataannya adalah seperti pertapa dan lebih banyak berdiam diri, ketimbang seorang mistikus. Dengan kesadaran yang luar biasa untuk menghindari dosa, digabungkan dengan rasa takut yang sukar dibayangkan terhadap hari kiamat dan siksa neraka, sebagaimana telah digambarkan secara gamblang di dalam al-Qur’an, akhirnya mereka amat terdorong untuk mpenyelamatan sejak di dunia ini.

Menurut al-Kalabadzi, mereka yang menisbahkan orang-orang sufi dengan orang-orang yang tinggal di serambi masjid dan dengan bulu domba, menampakkan aspek lahiriah keadaan mereka, sebab mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan dunia ini, pergi dari rumah dan sahabat- sahabat mereka. Mereka berkelana ke seluruh negeri, mereka mengambil benda-benda dunia hanya asal cukup untuk menutupi ketelanjangan mereka dan menghilangkan kelaparan. Karena itu, mereka dinamakan “orang-orang asing”, karena banyaknya pengembaraan yang mereka lakukan, mereka dinamakan “pengembara”; karena perjalanan mereka di padang pasir dan pengungsian mereka di gua-gua pada waktu terdesak, orang-orang tertentu di negeri itu menamai mereka syikaftis, sebab kata syikaft dalam bahasa mereka (orang-orang Persia) berarti gua atau gua besar. Orang-orang Syiria menamai mereka “orang-orang yang lapar”, sebab mereka hanya makan asal cukup untuk mempertahankan hidup. (Al-Kalabadzi, 1969:25-26)

Menurut Nocholson, dengan melihat asal-usul kata, serta sumbernya dari bahasa Arab, yang artinya “kemurnian”, atau membawa kepada pengertian, bahwa orang sufi adalah orang yang “murni hatinya” atau insan”yang terpilih. Namun demikian, katanya, beberapa sarjana Eropa berpendapat bahwa asal-usul kata tersebut adalah sophos (bahasa Yunani), dalam pengertian sebagaimana pada kata theosophy, yang artinya kebijaksanaan. (Nicholson, 1975:3-4)

Jirji Zaidan, yang juga berkeyakinan bahwa ada hubungan kalimat Arab ini (tasawuf) dengan kalimat Yunani tersebut, beralasan karena ilmu mereka (orang Islam) belum lagi muncul dan mereka belum dikenal dengan sifat ini, kecuali setelah masa penerjemahan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.

Menurut Ibrahim Basyuni, pendapat dan alasan tersebut kurang tepat, karena huruf sigma Yunani disamakan/ditransliterasikan dengan sin Arab pada semua kalimat Yunani yang diArabkan, bukan dengan huruf sad. Jadi kalau sufi asalnya dari Yunani maka mencantumkan huruf sad(pada awalnya) tidak sesuai dengan ketentuan seharusnya. Seharusnya huruf sin sebagaimana kelihatan dalam kata falsafah dari kata philosophia.(Ibrahim Basyuni, 1969:10)

Meskipun secara terminology para ulama berbeda pendapat tentang tentang arti serta asal-usul kata tasawuf, namun yang paling tepat adalah berasal dari kata suf (bulu domba), baik dilihat dari konteks kebahasaan, sikap kesederhanaan, maupun aspek kesejarahan. Orang-orang sufi ingin hidup sederhana dan menjauhi keduniaan, sehingga mereka hidup sebagai orang-orang miskin dengan memakai kain kasar tersebut.

Melihat dari banyaknya definisi tasawuf yang masing-masing sesuai dengan subyektivitas sufi, Ibrahim Basyuni mengklasifikasikan definisi tasawuf menjadi tiga varian yang menunjukkan elemen-elemen. Pertama, al-Bidayah, kedua, al-Mujahadah, dan ketiga, al-Mazaaqat. (Ibrahim Basyuni, 1969:10)

Elemen pertama adalah al-Bidayah (pemula) mengandung arti bahwa secara fitri manusia sadar bahwa semua orang tidak dapat menguasai dirinya sendiri. Karena dibalik yang ada terdapat Realitas Mutlak. Oleh karena itu muncul dorongan dari dalam diri manusia untuk mendekatiNya. Elemen ini dapat disebut sebagai kesadaran tasawuf. Ma’ruf al-Karkhi mengatakan bahwa tasawuf adalah: “Mencari yang hakikat, dan berlepas diri dari apa yang ada di tangan makhluk. Barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, maka berarti belum bersungguh-sungguh dalam bertasawuf.” Sedangkan Abu Turab al-Nakhsabi mengatakan, “sufi ialah orang yang tidak ada sesuatupun yang mengotori dirinya dan dapat membersihkan segala sesuatu.” Dan menurut Sahal al-Tustury “ seorang sufi ialah orang yang hatinya bersih dari kotoran, penuh pemikiran yang terpusat pada Tuhan , terputus hubungan dengan manusia, dan memandang sama antara emas dan kerikil.

Elemen kedua, al-Mujahadah, sebagai unsur perjuangan keras, karena adanya jarak antara manusia dan Realitas Mutlak yang mengatasi semua yang ada. Bukan jarak fisik tetapi jarak ruhani yang penuh rintangan dan hambatan, sehingga diperlukan kesungguhan dan perjuangan keras untuk dapat menempuh jarak dan jalan tersebut dengan cara menciptakan kondisi tertentu untuk mendekatkan diri kepada Realitas Mutlak. Elemen ini dapat disebut sebagai tahap perjuangan tasawuf. Dalam kondisi ini seorang sufi berupaya menghias diri dengan apa yang baik menurut lingkungan (al-ma’ruf), maupun menurut agama yang bersifat normatif (al-khair). Menurut Abu Muhammad al-Jariri bahwa tasawuf ialah : “masuk ke dalam akhlak yang mulia dan keluar dari semua akhlak yang hina.”(Al-Qusyairi, 1940:138) Hampir sama dengan pengertian tersebut al-Kanani mengatakan bahwa : “ Tasawuf adalah akhlak mulia. Barang siapa yang bertambah baik akhlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya.” (Al-Qusyairi, 1940:138) Sedangkan menurut Abu Muhammad Ruwaim mengatakan bahwa “Tasawuf terdiri dari tiga perangai: berpegang pada kefakiran dan mengharap Allah, merendahkan diri dan mendahulukan orang lain dengan tidak menonjolkan diri dan meninggalkan usaha.” (Al-Qusyairi, 1940:138)

Untuk mencapai tujuan tasawuf, seseorang harus melakukan berbagai kegiatan (al-mujahadah dan Riyadhah), tidak dibenarkan memisahkan amaliah- amaliah keruhania dengan syari’at agama Islam. Dalam pengertian kedua (dari sisi al-Mujahadah) tasawuf mempunyai pengertian berjuang, menundukkan hawa nafsu atau keinginan. Maka pada pengertian tasawuf pada elemen ketiga al-Mazaqat, mengandung arti bahwa seorang sufi telah lulus mengatasi hambatan untuk mendekati Realitas Mutlak, sehingga dapat berkomunikasi dan berada sedekat mungkin di hadlirat-Nya serta akan merasakan kelezatan spiritual yang didambakan. Tahap ini dapat disebut tahap pengamalan atau penemuan “mistik”. Tasawuf pada tingkat ini lebih dititikberatkan pada rasa serta kesatuan dengan Yang Mutlak, sebagaimana dikatakan oleh Al-Junaid al-Bagdadi, tasawuf ialah bahwa engkau bersama Allah tanpa ada penghubung. Menurut Ruwaim pada elemen ini tasawuf ialah, membiarkan diri dengan Allah menurut kehendaknya. (Al-Qusyairi, 1940:138)

Dengan demikian dapat diungkapkan secara sederhana bahwa tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara seorang muslim dengan Tuhan. Tasawuf merupakan suatu sistem latihan dengan penuh kesungguhan (riyadhah- mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam nilai-nilai keruhanian dalam rangka mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah, sehingga dengan cara itu, segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.

Rabu, 24 November 2010

Pendidikan Agama Islam 2

  1. Sudahkah anda beragama?Apa alasan anda beragama?
  2. Kalau sudah, mengapa anda masih melanggar perintah agama?
  3. Kapan anda akan melaksanakan perintah agama secara totalitas 'kaffah'?

Jumat, 19 November 2010

Berkurban 2

Mendengar teriakan kakek aku langsung berlari menuju kebun di belakang rumah, tampak orang-orang kampung sudah berkerumun dan membantu kakek. Aku menyeruak masuk ke dalam kerumunan orang-orang kampung dan kulihat tangan kakek sudah bersimbah darah. Pisau yang ada di genggaman kakek juga mengucurkan darah, sebagian memercik dan melumuri pakaian kakek, tampak diraut wajah kakek terbersit suatu kemenangan yang sulit aku lukiskan dengan kata-kata. Beberapa orang maju ke depan dan menyeret kakinya dan membawanya ke tiang gantungan yang telah disediakan. Satu ekor kambing telah selesai disembelih kakek dan masih ada tiga ekor kambing dan satu ekor sapi yang menunggu giliran.

Anak-anak tak kalah sibuknya dengan orang dewasa, mereka menyelinap dibalik kerumunan orang-orang untuk menyaksikan hewan-hewan kurban tersebut disembelih. Ada seorang anak yang menangis dan menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya, tetapi terkadang merenggangkan jari-jemarinya dan melihat ke arah hewan yang disembelih. Seorang bocah dengan suara yang lantang meneriaki kawannya" awas... ojo cedhak-chedak ! mengko disrudhuk bandot kowe" katanya, jangan dekat-dekat! nanti kamu diseruduk kambing besar. Bandot adalah sebutan untuk kambing jantan yang memiliki tubuh besar dan perkasa dan biasa dipakai sebagai pejantan yang unggul.

satu persatu hewan-hewan kurban itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di tangan kakekku. Yang terakhir adalah seekor sapi putih besar yang aku beli bersama kakek di pasar hewan. Tak perlu butuh waktu lama untuk menjagal 4 ekor kambing dan seekor sapi, hanya dalam waktu 2 jam semuanya selesai disembelih dan dikuliti. Seluruh laki-laki dewasa dan remaja di kampungku ikut membantu pelaksanaan kurban. Para ibu-ibu pun sibuk menyiapkan berbagai hidangan dan minuman untuk para bapak-bapak dan seluruh yang membantu.

Akhirnya daging-daging yang sudah dipotong-potong dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk di kampungku, wajah mereka begitu bersuka cita karena mereka berkesempatan makan daging walaupun hanya setahun sekali.

Rabu, 17 November 2010

Di balik sisi yang lain

Bagiku idul adha adalah hari di mana aku bisa menyantap daging dengan sepuas-puasnya. Maklum saja, bagi keluargaku makan daging jauh dari kemampuan. Biasanya ibuku memasak daging pemberian kurban dengan resep sederhana, disemur atau dibuat abon supaya awet dan bertahan beberapa minggu, sehingga aku bisa lebih lama makan daging. Itulah yang ada di ingatanku tentang Idul Adha dari tahun ke tahun, sampai aku menjelang usia 13 tahun. Baru pada usia 15 tahun aku mulai megerti di balik ibadah kurban ternyata terdapat makna yang begitu dalam ketimbang hanya makan daging sepuasnya.

Berkurban secara syar'i adalah menyembelih hewan berupa sapi atau kambing pada hari raya Idul adha dan pada hari tasyrik (11,12,13 Dzul Hijjah), tetapi apa yang aku maknai sekarang berkurban adalah mengurbankan segala kenikmatan yang dimiliki untuk kepentingan orang banyak. Berkurban juga berani memberikan apa yang paling dicintai jika diminta oleh Allah.

Aku pernah mendengar, bahwa berkurban adalah memotong nafsu hayawaniyah yang ada pada diri manusia, supaya manusia bisa mengendalikan nafsunya dan menjadi qurban yang diambil dari kata "qoroba" yang artinya dekat. Berkurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Sudahkah anda berani dan ikhlas mengorbankan kenikmatan pribadi anda untuk orang banyak?

Jumat, 12 November 2010

Mari berpikir

1. Sejak kapan anda berpikir?
2. Apa saja yang anda Pikirkan?
3. Apakah yang saudara pikirkan itu termasuk filsafat?
4. Apa untungnya saudara berfilsafat?

Antara ilmuwan dan alim

Pernahkan saudara perhatikan kumpulan-kumpulan pengetahuan yang ada, belum dikatakan "ilmu" apabila belum diikat dengan metode ilmiah, dan ketika pengetahuan-pengetahuan tersebut diikat dengan metode ilmiah baru disebut" Ilmu Pengetahuan". Adapun orang-orang yang menguasainya disebut dengan "ilmuwan". Kalau melihat pengertian " pengetahuan" secara etimologi, maka kata tersebut berasal dari bahasa Arab "'alama" yang berarti pengetahuan. Adapun orang-orang yang memiliki pengetahuan menurut bahasa Arab disebut "aliim".
"Ilmu Pengetahuan" dengan demikian memiliki arti "pengetahuan-pengetahuan" atau terjadi pengulangan bahasa, pertama "ilmu" dan kedua "pengetahuan". Dalam bahasa Inggris "pengetahuan" disebut " Knowledge" dan "Ilmu Pengetahuan" disebut "Science".
Kalau dilihat dari pelakunya, orang yang berilmu disebut"ilmuwan" menurut saya kurang tepat, sebaiknya orang yang memiliki ilmu disebut"aliim", karena orang yang memiliki ilmu tidak hanya sekedar tahu tetapi juga harus alim.
Sedangkan istilah "Alim" dalam bahasa kita diartikan orang yang memiliki pengetahuan-pengetahuan Agama dan mengamalkannya. Dengan mengartikan seperti ini berarti kita juga bisa mempertanggung jawabkan pengetahuan kita secara moral, bukan hanya kognitif belaka, sebagaimana yang dimiliki"ilmuwan".
Dalam kenyataan banyak ilmuwan yang memahami bahwa ilmu itu bebas nilai, sehingga bebas melakukan apa saja dengan ilmunya. Pada orang yang disebut "Aliim" harus membebaskan diri dari segala bentuk kesalahan-kesalahan yang dimiliki manusia dan ada usaha untuk selalu memperbaiki diri.
Terserah kepada anda, apakah mau disebut "ilmuwan" atau "alim"

Rabu, 10 November 2010

Berkorban

Sebantar lagi hari raya Idhul Adha segera tiba, yang teringat dalam benakku ketika masih kecil dulu adalah seekor kambing disembelih dan dagingnya dibagikan kepada penduduk desa secara merata. Kakekku pernah bercerita bahwa" barang siapa yang berkurban dengan menyembelih kambing, maka kelak di akherat hewan tersebut akan menjadi tunggannya di surga", mendengar cerita kakekku aku berfikr, kalau kambing yang saya korbankan kecil, apakah kuat aku naiki? sementara badanku saja lebih besar dari kambing yang aku korbankan? bagaimana bagi mereka yang tidak pernah berkurban, berarti mereka tidak menunggangi hewan tunggangan? saya pun tidak tahu darimana pengetahuan kakekku tentang hal tersebut, rasanya saya kurang sependapat dengan kakek mengenai hal ini.
Pagi itu kakek mengajakku ke pasar hewan, dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya DKW buatan jerman tahun 1954 kami berjalan menyusuri jalanan desa yang masih terlihat basah karena hujan semalam, beberapa orang menegur kakek dan melambaikan tangan ke arah kami, kakek membalasnya dengan membunyikan klakson motornya.
sesampainya di pasar hewan kakek membawaku ke sebuah warung sate kambing langganan kakek. kakekku sangat gemar sekali menyantap sate kambing, katanya sate kambing di warung ini dagingnya empuk dan bumbunya sangat meresap. kakekku memesan 15 tusuk sate dan 2 piring nasi putih. sambil menunggu pesanan kami selesai kakek menarik tanganku dan menuju ke tempat penjualan sapi, terlihat beberapa ekor sapi yang gemuk-gemuk dan berwarna putih, aku agak merapat ke tubuh kakek karena aku takut diseruduk sapi, kakekku bilang " ora usah wedi" (jangan takut katanya). kakekku berbincang dengan penjual sapi tersebut dan melihat lihat sapi dagangannya. belum selesai menawar penjual sate memanggil kami, bahwa sate kambing pesanan kami sudah siap. kemudian aku dan kakek kembali ke warung sate kambing, sambil makan sate kambing kakekku mengutarakan niatnya, bahwa tahun ini akan berkurban seekor sapi, mendengar penuturan kakek aku terkejut dan dan heran dan membuatku kembali teringat kata-kata kakek tentang perihal kurban." kalau begitu kek tunggangan kakek di surga nanti seekor sapi?" tanyaku." yo, nek sapi kuwi kanggo wong pitu le" katanya, maksudnya kalau sapi itu untuk orang tujuh. Aku masih bingung, kenapa kalau seekor kambing untuk satu orang, sedangkan sapi untuk tujuh orang? bukankah kambing atau sapi nyawanya juga satu....

Selasa, 09 November 2010

Epistemologi Mbah Marijan

Menarik menyimak tulisan-tulisan tentang sang kuncen Merapi Mbah Maridjan yang belakangan santer ditulis di berbagai media cetak dan di berbagai blog di internet. Mabah Maridjan bukan satu-satunya orang yang mencoba melakukan pendekatan untuk mendapatkan pengetahuan dengan rasa. Apa yang dirasakannya kemudian dijadikan pijakan oleh-orang yang ada di sekitarnya dan kemudian dipercayai sepenuhnya sebagai suatu pengetahuan yang benar dan diikuti bahkan diyakini dengan sepenuh hati. Ketika pernyataan-pernyataan yang disampaikan Mbah maridjan tentang gunung teraktif di dunia ini tidak akan meletus pada tahun 2006 ternyata benar, semakin meyakinkan orang bahwa Mbah Maridjan tahu betul dan bahkan kenal betul dengan gunung tersebut.Peristiwa itu kemudian melambungkan nama Mbah Maridjan, sampai membawanya ke dunia advertising sebagai tokoh iklan dengan slogan" roso..roso". Pengetahuan semacam ini bukan tidak memiliki dasar, Mbah Maridjan selalu melakukan pengamatan secara langsung dan terus menerus, sehingga apa yang disampaikannya berdasarkan data-data hasil pengamatannya.
Tetapi pada erupsi merapi tahun 2010 bulan oktober kemaren, mbah Maridjan meleset dalam menyimpulkan hasil pengamatannya. Pertanyaannya apa yang salah dalam pengamatan Mbah Maridjan? atau sebenarnya Mbah Maridjan sudah tahu tapi tidak mau berpisah dan menginginkan lebur dengan Merapi, karena dalam tradisi masyarakat Jawa, ada ajaran tentang penyatuan.

Minggu, 07 November 2010

Pendidikan Agama Islam

1. Apakah agama itu?
2. Mengapa saudara beragama?
3. Bagaimana pengaruh Agama terhadap perilaku saudara?
4. Bagaimana Pendapat Saudara tentang, Islam Yes, Partai Islam No?

Kamis, 04 November 2010

Belum beragama

sungguh sulit untuk dimengerti, bahwa selama ini kita betul-betul tuli dan buta terhadap agama yang kita yakini kebenarannya.
Sebelum kita betul-betul mengerti kita tidak pernah akan memahami dan menyadari arti agama bagi kita.
terlebih memaknai dan mengamalkan isi ajarannya.
kita hanya mengolok-olok dan mengeruhkan makna agama saja.
sebaiknya pertanyakan kembali agama pada diri kita sendiri, sebelum menilai keberagamaan orang lain....
selama ini kita hanya menyeret-nyeret agama untuk pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan, bukan sebaliknya.... atau agama untuk melabeli gerakan-gerakan atas nama pribadi supaya di amini oleh orang-orang yang juga tak mengerti agama tapi enggan dikatakan kafir

Minggu, 17 Oktober 2010

Materi PAI

Aqidah

Sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan, aqidah Islam dalam al-Qur’an disebut Iman

FUNGSI DAN PERANAN AQIDAH

1. Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia
2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa
3. Memberikan pedoman hidup yang pasti

TINGKATAN AQIDAH

1. Taqlid
2. Yakin
3. ‘Ainul yakin
4. Haqqul yakin

Ibadah : Penghambaan seorang manusia kepada Allah sebagai pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk.
1. Ibadah mahdhah (ibadah khusus)
2. Ibadah ghairu mahdhah (ibadah umum)

Perintah beribadah
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
 056. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (beribadah) menyembah-Ku.

Selasa, 05 Oktober 2010

sawahku

Ketika sawah di desaku masih terhampar luas dan belum berganti dengan ladang tebu, sawah itu mengajari kami bagaimana saling tolong menolong, di sawah itu pun kami masih bisa berbagi dengan burung-burung pipit yang memunguti bulir-bulir padi saat setelah panen tiba. Para orang dewasa, anak-anak baik laki-laki maupun perempuan, semua berbaur menjadi satu bahu-membahu saling membantu memanen padi.
Para wanita dengan cekatan memainkan ani-ani dan memotong satu-persatu batang padi yang sudah mulai merunduk karena beban buliran padi yang begitu padat, diantaranya ada yang sambil bersenandung menyanyikan kidung jawa yang syarat dengan makna kehidupan. Sebagian yang lain sambil bercanda dan bercerita tentang keperkasaan suami mereka semalam dan tentang kenakalan anak-anak mereka yang lucu-lucu.
Para bapak mengumpulkan batang-batang padi yang telah dipotong dan mengikatnya dalam satu kesatuan yang bersusun rapi, lalu meletakkannya pada sebatang bambu pada kedua ujungnya. Bambu itu berfungsi sebagai alat untuk memikul. Orang di desaku menyebutnya pikulan. Sambil mengikat padi-padi tersebut sebagian mereka menghisap rokok kretek yang mereka buat sendiri dari racikan tembakau dan sedikit ditaburi bubuk kemenyan, sehingga ketika asap yang dihisap itu disemburkan aroma kemenyan itu langsung menusuk hidung siapa saja yang ada didekatnya. Meskipun mereka tahu bahwa rokok kelembak menyan, begitu mereka menyebutnya berbahaya bagi pernafasannya mereka tetap setia menghisapnya.
Anak-anak tampak berlarian ditengah-tengah sawah sambil sesekali berteriak saling mengejek dan penuh canda tawa. Mereka membuat seruling dengan menggunakan batang padi, ada juga yang membuat mainan berbentuk wayang dan kitiran, tampak wajah ceria mereka yang tidak pernah tahu bahwa kelak ketika mereka dewasa sawah itu telah berubah menjadi perumahan atau gudang-gudang perusahaan.
Tetapi setelah sawah itu berubah menjadi ladang tebu yang dikontrak oleh pabrik gula, ladang tebu itu mengajari kami mencuri, tebu-tebu itu membuat kami bersaing untuk mencuri dan tidak tertangkap oleh pak mandor yang menjaga tebu-tebu tersebut.

Jumat, 04 Juni 2010

PELATIHAN MULTI MEDIA

PELATIHAN MULTI MEDIA KERJASAMA UM LAMPUNG DENGAN SEAMEO SEMOLEC

Sabtu, 01 Mei 2010

Renungan surat Al-Jumuah

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim.

Sama halnya dengan orang-orang Islam yang tidak mau membaca, mempelajari, dan mengamalkan Al-Qur'an adalah seperti keledai.

Minggu, 17 Januari 2010

Kewajiban menuntut ilmu

Perintah Mencari Ilmu
Al Qur’an sebagai sumber pertama dari ajaran Islam telah memerintahkan, agar
setiap pemeluknya mempelajari ilmu pengetahuan. Telah kita ketahui semua,
bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah ayat yang menyangkut tulis baca.
Tulis baca adalah sebagai salah satu alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan
(Q.S. Al Alaq: 1-5).
Ayat yang pertama dengan jelas memerintahkan, supaya belajar membaca.
Kemudian setelah itu dianjurkan mencari ilmu pengetahuan yang dinyatakan
dengan suatu isyarat yang disebutkan pada ayat yang kedua, yaitu ilmu hayat yang
membicarakan tentang kejadian manusia. Sebelum melangkah ke dunia luar,
manusia harus mempelajari kejadian dirinya lebih dahulu. Ayat ketiga dan
keempat mempertegas lagi tentang perintah membaca dan menulis. Setelah tahu
tulis baca, orang akan memperoleh pengetahuan sebagaimana dijelaskan pada ayat
yang kelima.
Ayat yang membicarakan tentang ilmu dalam Al Qur’an tidak kurang dari 580
tempat. Hal ini menunjukkan, bahwa betapa pentingnya ilmu itu. Agama Islam
benar-benar menempatkan ilmu itu pada tempat yang terhormat. Sebagai bukti
nyata adalah wahyu yang pertama yang diturunkan bukan ayat yang berhubungan
dengan ibadat shalat, puasa, menunaikan zakat, naik haji, dan kewajibankewajiban
lainnya, tetapi justru ayat yang berhubungan dengan baca tulis
sebagaimana dikemukakan di atas. Di samping itu kita lihat pula, bahwa Tuhan
menjadikan ilmu itu menjadi sifat-Nya yang diulang-ulang dalam Al Qur’an, tidak
kurang dari 162 kali.
Di dalam ajaran Islam orang yang memiliki ilmu diberikan derajat lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu, bahkan orang berilmu dibedakan dengan orang yang tidak berilmu. orang yang memiliki ilmu di dalam bahasa Arab disebut dengan istilah 'alim jamaknya ulama.
Perintah memunutut ilmu bahkan lebih ditekankan daripada berperang pada masa rsulullah, sehingga orang yang menuntut ilmu ketika gugur disebut syahid.Tetapi semuanya itu harus dilandasi dengan keimanan.

Akhlaq terhadap manusia

Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Memelihara harga diri
b. Bersikap
c. Keperwiraan
d. Tidak rakus tetapi tetap ada kesungguhan
e. Menjauhkan diri dari riya
f. Menjauhkan diri dari ujub
g. Menjauhkan diri dari takabur
h. Menjauhkan diri dari kemashuran untuk mendapatkan pujian
i. Menjauhkan diri dari dari bermuka dua
j. Jangan kikir (ilmu, tenaga maupun harta)
k. Jangan mempunyai sifat iri dengki
l. Jangan lekas berputus asa
m. Selalu gembira dan penuh harapan
n. Gemar kepada kemajuan
o. Selalu berkata jujur
p. Selalu mengharapkan tuntunan Tuhan agar menjadi manusia yang baik dan
bermanfaat

Rabu, 06 Januari 2010

catatan Perjalanan

perjalanan ini diawali dari sebuah kota yang berjuluk"kota tapis berseri" menuju kota-kota yang yang berada di pulau jawa, sebutlah kota Merak, yang pertama kami lewati, kota di penghujung barat pulau jawa ini memiliki pelabuhan yang menjadi jantung penghubung antara pulau jawa dan sumatra.Perjalanan dengan membelah kota-kota di pulau jawa terasa sangat singkat, karena sarana jalan begitu lebar dan mudah untuk dilalui.